Wednesday 23 November 2016

Catatan Italia 1

Setelah diniatin untuk meng-e-book-an (ini bahasa apaan sih) semua perjalanan gue dan ga pernah terlaksana, akhirnya hari ini gue akan memulainya dari perjalanan yang paling menyentuh. Jadi, tulisan gue gak akan sesuai urutan tanggal kejadiannya. Gue minta maaf sebelumnya kalo bahasa gue campur aduk gini ya, dari bahasa Indonesia, bahasa slengean, bahasa Inggris.. Maklum nulisnya ga pake mikir, yang penting mudah-mudahan bisa dipahami. Gak paham? Comment atau contact gue :p.
Cerita pertama ini dipilih duluan selain karena paling ‚ngena‘, juga karena banyaknya yang nanya ke aku soal itinerary dan dengan siapa gue pergi. Dari sini, kalian bisa gather ideas kalian kalo mau ngetrip, terutama bagi kalian yang kebetulan lagi live abroad di Eropa. Maaf, bukan maksud apa-apa, cuman emang kalo udah tinggal di eropa, mau kemana aja murah banget. Tapi, berhubung ini journal diary gue, jadi ya isinya ga cuma itinerary, juga termasuk kejadian-kejadian dan apa yang gue rasain selama perjalanan.

Sip, terlalu panjang intro, mari kita mulai kisahnya.

**

Bermula dari rencana gue pulang abis ke Indonesia setelah menyelesaikan studi master gue di Jerman selama dua tahun, gue mulai sibuk cari reasonable ticket ke Indonesia. Pertama tentunya dari Jerman karena domisili gue disana. Setelah itu, gue juga cari tiket dari Italia. Kenapa Italia? 
1. Karena gue udah nyusun rencana ke Italia sejak gue baru semester 1. Bahkan waktu semester 3 akhir, gue udah booked tiket ke Italia sekaligus 2 airbnb di Roma dan Pisa. Waktu itu gue berencana pergi bareng temen-temen. But ended up cancelation. Lanjut cerita, ternyata tiket Italia – Indonesia 80eur lebih murah daripada tiket Jerman – Indonesia! Yaudah, yang awalnya berencana main ke Italy beberapa hari terus balik Jerman, akhirnya rubah rencana: pulang abis lewat Italia.
2. Selain karena tiket yang lebih murah, gue juga memprediksi bahwa gue akan ngalamin little depression karena pulang abis. Kalo gue harus pulang direct dari Jerman, the country I love the most, mungkin gue bakalan sedih bukan kepalang. Sedangkan kalo gue ke Italia dulu, mungkin gue akan sedikit terhibur, ada masa peralihan gitu istilahnya.

Ticket booked:

1.       Berlin – Treviso dengan Ryanair = 10EUR + bagasi 23EUR
2.       Venezia – Jakarta dengan Turkish Airlines = 345EUR

Di Eropa ada beberapa alternatif transport murah untuk bepergian, salah satunya perusahaan penerbangan Ryanair, Easyjet, dan Vueling. Atau flixbus. Namun untuk penerbangan murah biasanya mereka ga ngasih jatah bagasi kecuali kita bayar. Kalo untuk sekedar traveling 3 hari, free cabin would be enough.

10 November 2016: DAY 1 Hannover (kota studi gue di Jerman) – Berlin – Treviso – Padova

Itu bener-bener hari yang super melelahkan buat gue. Berangkat dari rumah temen gue jam 6.30 pagi, dianter temen gue naik mobil. Dengan segala ke-hectic-an karena temen gue (Hungarian) selalu memilih untuk siap-siap semepet mungkin untuk efisiensi waktu (menurutnya), gue sampe di Hauptbhanhof (stasiun pusat) Hannover jam 7.10. Setelah berhari-hari gue nangis karena ga rela harus pulang, pagi itu cukup mengejutkan gue ga nangis………………….. seenggaknya sebelum naik kereta ke Berlin.

Begitu kereta dateng, temen gue bernama Tamas bantu gue angkat koper ke dalem kereta, dan tanpa a proper goodbye, gue berpisah untuk gatau berapa lama sama sahabat gue, Tamas dan Regina.. Saat itulah airmata gue ngucur deres sederes2nya. Gue sampe ga berani noleh ke samping gue karena malu. Gue Cuma ngeliat keluar jendela, seperti biasa sambil berusaha berenti nangis.. But I just couldn’t. Sampai kira-kira sejam kemudian, mungkin karena bangun terlalu awal bahkan sebelum matahari terbit (di Eropa) dan kecapean nangis, gue pun tertidur. Tapi setelah bangun pun gue malah lanjut nangis T___T bahkan sampe di bandara, gue sampe diliatin orang-orang.

Perjalanan Berlin – Treviso kurang lebih 2 jam dengan pesawat. Ya serupa dengan Jakarta – Pekanbaru. I felt completely tired at that moment but the hell I couldnt sleep. Cried instead. Melewati perbatasan Austria dan Italia, pemandangan kanan dan kiri didominasi sama pegunungan Alpen. Terlalu cantik buat dilewatkan, gue minta ke bapak dan ibu sebelah yang duduk deket jendela untuk ambilin gambar dengan ipod gue.

Mendekati landing, seperti pada umumnya pramugari mondar-mandir mengingatkan safety belt. Dan gue mendapati ibu-ibu diseberang gue kebingungan cara masangnya. Gue ngintip dari sudut mata kanan gue, dia akhirnya nyerah dan naro safety beltnya dibawah tasnya TANPA TERPASANG. I COULD CONCLUDE THAT SHE HASN’T BEEN SAFEGUARDED ALL THE TIME. Dan gue menawarkan bantuan dengan bahasa inggris, dan ternyata dia ga bisa bahasa Inggris. Men…… Dengan bahasa tubuh, gue jelaskan maksud gue, dan akhirnya dia paham. Setelah ‘click’ si sabuk pengaman, dia senyum dan bilang “grazie”… Oke, Italian, take care….

Tiba di Treviso jam 4 sore, gue langsung cari tiket shuttle bus menuju Padova. Gue dianjurkan ke counter bus oleh orang di tourist information, dan gue beli tiket seharga 4EUR. Comment gue dalam hati: Shuttle bus intercity is only 4? Wow, that’s cheap! Dan gue berangkat ke halte bus.

Tentengan gue: 21 kg baggage, 9 kg cabine belonging, 1 backpack isi laptop.
Company: zero.

Menurut mbak-mbak counter bis di dalam airport, bus seharusnya datang dalam kurun waktu 15 menit. Tapi udah lewat 20 menit, bis belom juga datang. Mulai khawatir, gue bergerak nanya ke seseorang yang juga lagi nunggu bis.

Dia: Italian, skinny, jeans dan jaket hitam, rambut kriwil, ngerokok dan minum cola.

“Excuse me sir, is it the right stop to wait the bus in the Padova direction?”
Dan kata do’I, yes. Karena dia juga menuju ke Padova.
Penumpang bertambah, sehingga akhirnya total kami ada 6 orang. Good.
Setelah pada akhirnya bis datang hampir 30 menit, BIS YANG DATANG BUKAN SHUTTLE BUS… Bisnya itu semacam bus innercity yang setiap halte berenti, ga ada bagasi, tempat duduk cuma muat sampe dengkul, bahkan ada beberapa depan belakang, ada tombol stop untuk ngeberentiin bis. SO THAT’S WHY IT IS ONLY 4 EUR!!!! I WAS CARRYING 31 KG BY THE WAY. ALONE BY THE WAY. I FRIGGIN NEEDED A SHUTTLE BUS. SHUT-TLE-BUS.

Sabar, Ra, sabar…

Naik ke bus, all is done by myself. No wifi. No mobile number. Just sitting and holding my 2 big babies. 

PS: kursi yang gue duduki ngadep ke belakang. Dan sopir bus nya………………….. you know.. Italian…

Disebrang bangku, gue denger penumpang lain (ibu dan anak perempuannya, usia 24 mungkin) ngomong bahasa Inggris. Gue langsung: sinyal kuat sinyal kuat, gue bisa ngajak dia ngomong..

“Hey excuse me, may I know where you are going?”
“Hey, we are going to Padova.”
“Oh, thanks God! I also need to go there, but I don’t really know the place. Could you please let me know when we are already there?
“Sure! Is this your first time going to Padova?”
“Well, the first time in Italy as well.”
“Fantastic. Italy is a nice country to visit. Where is your friend?”
“Im alone, by the way..”
“ALONE? In Italy? You are very brave! Where are you from?”
“Im from Indonesia. But no, Im coming from Germany today. Just completed my degree there.”

“Indonesia must be very nice too. Be careful in Italy, okay? Padova is also nice. We are visiting my son who studies there. And tonight, there is a weekly appointment in the city centre, called *** (don’t really remember), where people from all around the world gather to see other people. You know, exchange the culture, languages, make friends. If you wanna join, just come. It has a facebook page too.”
“Thanks, my friend will pick me up at the station. First I need to keep these heavy stuffs first. But I will consider that. Where do you come from, anyway?”
“Oh, Im from Ireland. That’s good if your friend picks you. Padova is a safe city. But in general, you must be careful to be around. Im surprised looking at you. How do you manage your belongings? You are alone!”
“Hahaha, yea… don’t ask me.. I also have no idea. I think it’s a magic. It just happened. And poof! Im here..”

Singkat cerita, kami berbagi cerita tentang darimana dan apa yang kami lakukan, dan dia juga kasih tips2 untuk jaga diri di Italia selama 10 hari. Dia juga beberapa kali nanyain gue kenapa, dan gue Cuma bisa jawab “Im feeling sad” dan “I get car sickness”. Dan setibanya kami di bus station, dia ngebantuin gue nurunin barang pun. Dia keliatan sedikit khawatir kalau gue kesulitan ketemu temen gue di stasiun. Dia mengarahkan gue tanpa gue minta, wish me luck, dan cheer me up.

First thing to learn: solo traveler lets you find angels without wing.


Tiba di stasiun, akhirnya gue ketemu temen gue, Tidung. Dan kami jalan menuju rumah. Sesampainya di rumah, gue packing, dan tidur. Karena besok pagi, gue akan berangkat ke ROMA! J

Catatan gue berikutnya akan mengupas habis budget gue selama di Roma. See you!

No comments:

Post a Comment